
Penelitian oleh Fadillah et al (2025) terkait alasan beralihnya konsumen di perkotaan dari sebelumnya membeli Pertamax menjadi Shell menunjukkan persepsi atas kualitas Pertamax yang inferior terhadap Shell di mata konsumen. Sejumlah 103 responden dalam penelitian tersebut menyampaikan persepsi mereka atas sensitifitas harga, persepsi kualitas BBM, kepercayaan merk dan faktor promosi terhadap keputusan membeli BBM. Hasilnya, faktor utama konsumen memilih Shell dari Pertamax adalah karena persepsi kualitas yang lebih baik, kinerja kendaraan yang lebih baik dan pengalaman berkendara yang lebih halus. Faktor tambahan lainnya adalah layanan prima di SPBU Shell yang memuaskan pelanggan.
Penelitian diatas mungkin menjelaskan sebagaimana dilansir Reuters Oktober 2025 mengapa pangsa pasar Pertamina untuk BBM oktan 92 turun 4% menjadi 85% pada Semester 1 2025 dibandingkan pada tahun 2024 sebesar 89%. Penurunan 4% pangsa pasar pada Raksasa Pertamina menghasilkan angka yang signifikan pada pemain swasta yang sebelumnya 11% kini menjadi 15% atau tumbuh kurang lebih 36%.
Masih dalam artikel Reuters yang sama di Oktober 2025, market share BBM oktan 90 di Indonesia mengalami penurunan 5% secara tahunan dan market share BBM non subsidi meningkat 19%. Artinya program Pemerintah untuk menurunkan konsumsi BBM bersubsidi membuahkan hasil, namun sayangnya tidak diimbangi dengan persiapan yang matang karena ketika konsumen menggunakan BBM non subsidi, mereka justru beralih ke merk lain selain Pertamina.
Dilansir dari Goodstats.id, jumlah SPBU di seluruh Indonesia berdasarkan data dari kementerian ESDM adalah sejumlah 15.917 unit. Pertamina sendiri memiliki 13.603 unit atau setara dengan 85% dari seluruh SPBU yang ada di Indonesia kemudian diikuti Exxon 1.925 unit atau setara 12% dan sisanya 3% oleh pemain lain seperti Shell dan BP. Dengan sejumlah SPBU tersebut, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Ega Legowo Putra, menyatakan penguasaan pasar Pertamina atas BBM oktan 90 & 92 adalah sebesar 95-96% dari pasar yang ada.
Hal yang menjadi ancaman kedepannya adalah, seiring dengan berkurangnya konsumsi BBM oktan 90 dan meningkatkanya konsumsi BBM oktan 92, Pertamina belum bisa memenangi konsumen oktan 92. Artinya apabila semakin bertambahnya SPBU Swasta, maka penjualan SPBU Pertamina akan turun, hal ini disebabkan konsumen yang tadinya mengkonsumsi Pertamina oktan 92 pindah ke merk swasta. Ini merupakan pekerjaan rumah bagi BBM dengan merk Pertamax.
Apabila kita mencoba membandingkan harga BBM Pertamax dan BBM oktan 92 swasta, maka kita akan mendapati harga Pertamax lebih ekonomis dari merk lain. Selisih harga Pertamax dan merk lain secara rata-rata berkisar Rp 200-Rp 500 per liternya atau sekitar 1,5-3% dari harga dasarnya. Ini yang menjadi keunggulan kedua Pertamax, selain keunggulan ketersediaan jumlah SPBU yang banyak dijumpai yang menjadi keunggulannya.
Melihat dari turunnya market share Pertamax, maka secara tidak langsung menunjukkan keunggulan harga sejumlah Rp 200-500 per liter atau setara 1,5-3% yang diberikan Pertamina tidak sesuai apa yang diinginkan konsumen. Konsumen berdasarkan penelitian diatas, lebih mengutamakan kualitas BBM dan kualitas layanan di SPBU. Kualitas layanan SPBU dan keunggulan kualitas BBM dihargai lebih oleh konsumen daripada harga yang saat ini lebih murah.
Ini artinya, Pertamax hanya memiliki 2 pilihan untuk kembali mendapatkan market share nya. Pertama, memiliki harga yang lebih kompetitif lagi yang dapat memikat konsumen untuk beralih. Karena bagaimanapun juga, konsumen kendaraan bermotor adalah konsumen yang cukup memiliki logika yang mengedepankan efisiensi ekonomi. Namun yang menjadi pertanyaan, disparitas harga berapa yang dapat diterima konsumen untuk kembali ke Pertamax dari merk swasta lain karena keunggulan harganya yang lebih ekonomis.
Kedua, adalah peningkatan kualitas barang dan layanan SPBU. Kasus pengoplosan BBM oktan 92 dan 90 oleh oknum Pertamina yang sempat ramai menjadikan pertanyaan bagi konsumen atas kualitas mutu produk yang diberikan Pertamina. Ini juga kemudian merembet kepada layanan SPBU yang dipersepsikan konsumen. Belum lagi memang layanan lebih dari SPBU swasta dalam memanjakan konsumen seperti pengelapan kaca secara gratis dan bentuk keramah tamahan petugas yang melayani konsumen memberikan kepuasan kepada konsumen SPBU swasta.
Pertamax harus berbenah diri, jika tidak dia akan bernasib sama seperti POS Indonesia, lambat laun ditinggalkan konsumen.