Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak bulan Maret 2020 menjadi salah satu ujian yang harus dihadapi oleh seluruh negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Dampak dari pandemi Covid-19 ini dirasakan berbagai sektor industri di Indonesia terutama sektor Pariwisata. Sektor Perhotelan sebagai salah satu bagian dari sektor pariwisata yang sangat terdampak. Hal ini dapat dilihat dari penurunan tingkat hunian kamar hotel di hampir seluruh hotel di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS, 2021) diketahui bahwa tingkat hunian hotel berbintang di Indonesia pada bulan Desember 2020 mengalami penurunan sebesar 18,60% dibandingkan tingkat hunian hotel berbintang periode Desember 2019. Penurunan juga terlihat dari hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS, 2021), dimana tingkat hunian hotel berbintang periode Juni 2021 hanya sebesar 38,55% atau mengalami penurunan sebesar 13,72% dibandingkan dengan tingkat hunian hotel berbintang periode Juni 2019.
Data Okupansi Hunian Kamar Hotel
Sumber : Olahan data BPS yang disunting dari situs kemenparekraf.go.id
Penurunan tingkat hunian kamar hotel tentunya membuat pengusaha sektor perhotelan harus memutar otak untuk dapat mempertahankan kelangsungan usahanya. Sektor perhotelan adalah sektor usaha padat modal yang memiliki karakter fixed cost yang tinggi dibanding variable cost. Karena sedikit atau banyak tamu hotel, biaya fixed cost seperti AC, air, listrik, dan perawatan aset tetaplah sama atau hanya berpengaruh kecil terhadap jumlah fixed cost.
Pada grafik diatas sesaat ketika Maret 2020 yakni gelombang pertama pandemi menerjang indonesia, tampak jelas tingkat hunian yang pada 2019 stabil di angka rata-rata 50 – 60% setahun, terjun bebas di Maret di angka 32% dan april terendah 12%. Periode Q2 2020 jelas menjadi guncangan besar industri perhotelan di Indonesia, karena pendapatan mereka jauh menurun sedangkan biaya mereka tidak bisa mengikuti penurunan pendapatan karena karakter bisnis perhotelan. Sektor perhotelan mengalami dilema pandemi yang besar untuk terus beroperasi dengan menanggung rugi atau menutup usahanya.
Perilaku Pelaku Bisnis Perhotelan Ketika Pandemi
Dilansir dari berita yang diambil dari cnbc diatas pada April 2020, 1.500 hotel menyatakan memilih tutup setelah baru sebulan dilanda gelombang pandemi. Hotel-hotel ini memilih tutup disebabkan tidak sanggup memilih terus beroperasi normal karena mengalami kerugian yang besar, sehingga mereka memilih tutup memberhentikan sementara sebagian besar karyawannya dan menanti situasi membaik.
Selain memilih tutup, sebagian pengusaha perhotelan memiliki strategi khusus ketika pandemi, salah satu yang cukup populer adalah dengan menurunkan harga kamar untuk dapat memancing minat masyarakat untuk menikmati fasilitas hotel dengan harga yang lebih terjangkau. Pengusaha perhotelan lainnya memilih untuk bertahan dengan situasi dan berusaha untuk mengembalikan situasi dengan melakukan beragam usaha untuk meningkatkan tingkat hunian hotel. Dengan harapan meningkatnya tingkat hunian, besaran pendapatan akan menjadi lebih dalam menghadapi biaya operasional hotel.
Potensi Perilaku Tidak Beretika Pelaku Bisnis Perhotelan
PMK No 9 tahun 2020 tentang pedoman pembatasan sosial berskala besar dalam rangka percepatan penanganan corona virus disease 2019 (COVID-19)
Menanggapi meningkatnya jumlah kasus covid-19 pada 2020, Pemerintah sebagai regulator menerbitkan aturar PP tentang PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka menekan jumlah kasus infeksi. Peraturan ini tertuang secara detil pada PMK no 9 tahun 2020. Secara eksplisit tertulis pada pasal 13 bahwa dalam PP ini adanya pembatasan kegiatan masyarakat dan peliburan sekolah dan tempat kerja serta pembatasan sektor-sektor non esensial. Sektor hotel adalah salah satu sektor non esensial dalam PP terkait pencegahan penyebaran virus ini.
Di saat pemerintah mengeluarkan PSBB ini untuk menekan laju mobilitas masyarakat agar menurunnya infeksi Covid 19, disaat itulah tingkat hunian hotel sangat rendah. PSBB yang menjadi kebijakan pemerintah sudah jelas tidak menguntungkan bagi para pelaku bisnis hotel. Karena saat diterapkannya PSBB adalah saat terendah tingkat hunian pada tahun 2020 yaitu Maret 2020.
Salah satu respon bisnis hotel adalah melakukan promosi turun harga. Promosi ini dilakukan oleh hotel yang memilih bertahan agar tingkat hunian hotel semakin membaik dan mereka dapat bertahan di situasi pandemi. Ketika perusahaan melakukan promosi tentu mereka berharap adanya mobilitas masyarakat untuk melakukan perjalanan sehingga hotel mereka terisi. Sebaliknya di sisi lain, Pemerintah sedang menekan laju mobilitas atau perjalanan guna menekan kasus covid 19.
Jika dilihat lebih dalam, aktivitas promosi yang dilakukan pelaku perhotelan jelas memiliki tujuan yang berbeda dengan arahan Pemerintah untuk menekan laju mobilitas. Langkah kurang harmonis dilakukan oleh perhotelan atas peraturan pemerintah. Namun langkah bisnis perhotelan adalah langkah mereka yang memilih untuk bertahan, karena tanpa pilihan, daripada mereka gulung tikar.
Apabila hal ini dibiarkan kemungkinan yang menjadi adalah masyarakat menjadi korban. Bisa jadi sebagian masyarakat yang tadinya memilih untuk menaati peraturan pemerintah, untuk membatasi mobilitas dan perjalanan, ketika melihat promosi harga hotel akhirnya abai terhadap peraturan pemerintah dan melakukan perjalanan. Tingkat perjalanan atau mobilitas orang akan meningkatkan potensi penyebaran covid. Ketika covid semakin tinggi harapan pemerintah untuk menurunkan kasus covid semakin terhambat, begitu juga harapan pelaku bisnis hotel akan semakin meningkatnya perjalanan juga semakin menjauh.
Menghadapi polemik hotel dan pemerintah ini, pada bulan Juli 2020, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah menerbitkan Panduan Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, Keselamatan dan Kelestarian Lingkungan di Hotel yang mengatur mengenai standar pelayanan dan penggunaan fasilitas hotel selama Pandemi Covid 19. Panduan tersebut mengatur mengenai penerapan protokol kesehatan di setiap titik alur pelayanan di hotel misalnya penyediaan hand sanitizer di titik-titik yang ditentukan, kewajiban proses desinfektasi di lingkungan hotel minimal 3 (tiga) kali dalam sehari, pihak concierge harus melakukan desinfektasi terhadap barang bawaan, penggunaan tempat sampah tertutup di kamar hotel dan standar pelayanan lainnya.
Panduan yang dilakukan kemenparekraf adalah sebuah tindakan pemerintah yang tetap memperbolehkan bisnis perhotelan untuk tetap berlangsung, meskipun sedang dilanda pandemi. Panduan ini adalah sebuah mediasi untuk tetap berjalannya bisnis di tengah pandemi agar tujuan kedua pihak tercapai. Tujuan pemerintah untuk menekan laju mobilitas didapat, pelaku bisnis hotel juga merasa nyaman dengan tidak melakukan tindakan menyalahi aturan PSBB yang ada.
Kenyataan tidak Sesuai Harapan
Keluarnya panduan perhotelan pada bulan Juli selama pandemi nyatanya tidak 100% berhasil menekan laju Covid-19. Lebih jauh lagi Dilihat dari grafik diatas yang bersumber dari pemerintah pada bulan Agustus dan September 2020, kasus covid mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari bulan sebelumnya. Angka ini cukup naik pada bulan tersebut sebelum kemudian menurun pada Oktober-November 2020.
Seperti dicuplik dari berbagai sumber disebutkan diatas, dilansir dari cnbc munculnya klaster covid di hotel. Lebih jauh lagi selain hotel, jasa penginapan sejenis seperti apartemen dan indekos menjadi tempat penyebaran covid seperti dilansir oleh kumparan diatas. Ini kemudian menjadi sebuah pertanyaan, apakah panduan kemenparenkraf untuk perhotelan sudah benar dan sempurna? Apakah pelaku usaha sudah menjalankan panduan tersebut dengan disiplin?
Jika kita lihat lebih dalam, peraturan kemenparenkraf adalah panduan protokol kesehatan dengan menambah suatu proses dalam usaha bisnis. Proses itu adalah proses disinfektan yang diperketat seperti penyediaan hand sanitizer, disinfektan reguler dan kebersihan yang tinggi. Peraturan ini tidak didukung dengan sebuah stimulus atau insentif maupun bantuan ataupun hukuman yang diberikan pemerintah agar terjalannya panduan ini. Pemerintah tidak memberikan pengadaan peralatan tersebut kepada pelaku bisnis hotel untuk mendorong mereka mejalankannya.
Jika kita lihat dari sudut pandang pelaku bisnis hotel, panduan pemerintah adalah sesuatu yang wajib dijalankan. Namun tidak dipungkiri mungkin sebagian pelaku hotel akan merasakan keberatan dalam menjalankannya, karena tambahan proses protokol ini artinya penambahan biaya operasional mereka dalam segi sanitasi dan pengadaan alat kebersihan. Saat strategi turun harga disebarkan, mereka diwajibkan untuk menanggung tambahan biaya untuk pengadaan alat-alat protokol kesehatan. Ini bisa jadi menjadi sedikit keberatan bagi sebagian pelaku bisnis hotel.
Alternatif Solusi bagi Pemerintah dan Pelaku Perhotelan
Setiap stakeholder yang kita bicarakan disini yakni masyarakat, pemerintah dan pelaku bisnis memiliki kendala dan tujuannya masing-masing. Masyarakat ingin tetap bisa berpergian dan menginap di hotel tapi mereka memiliki kendala rasa aman apakah hotel mereka sudah menerapkan protokol kesehatan sehingga mengurangi risiko terinfeksi covid. Perhotelan ingin tingkat hunian membaik dengan meningkatnya mobilitas namun mereka terkendala biaya yang tinggi, pendapatan menurun. Pemerintah ingin kasus covid menurun dengan ditegakkannya peraturan dan panduan namun terkendala atas kedisiplinan masyrakat dan pelaku bisnis menjalankan regulasi tersebut. Setiap stakeholders memiliki kendala dan tujuan yang berbeda-beda. Tetapi jika ditarik garis besar, semua stakeholders mengetahui penyebab semua ini adalah virus yang menyebar dan untuk menyelesaikan ini mereka harus menekan penyebaran virus ini. Tujuan penekanan inilah yang harus dipahami dan dilakukan para stakeholders dengan langkah-langkah tanggung jawab yang diambil oleh masing-masing stakeholder sebagai berikut:
Stakeholder | Tujuan | Pelaksanaan | Deskripsi |
Masyarakat | Rasa Aman dari risiko covid | Selektif Memilih Hotel | Masyarakat untuk selektif dalam memilih hotel yang diinap. Agar mereka mencari lebih lanjut keamanan jaminan dan protokol kesehatan atas hotel yang akan mereka inap. |
Pemerintah | Ditegakkannya PP | Melakukan kontrol rutin dan memberikan hukuman bagi pelaku bisnis yang tidak mengindahkan peraturan | Pemerintah agar menegakkan peraturan panduan pelaksanaan dengan rutin melakukan razia atau kontrol kunjungan secara acak pada pelaku bisnis. Apabila ditemukan pelanggaran untuk segera diberi hukuman. |
Pelaku Bisnis Perhotelan | Menurunkan Biaya | Sentralisasi hunian pada lantai rendah | Pihak hotel hanya perlu untuk mengoperasikan sebagian lantai, sehingga lampu tidak perlu untuk dinyalakan semua & lift hanya beroperasi di lantai rendah. Hal tersebut bisa membantu pihak hotel untuk menekan biaya listrik dan tidak signifikan berdampak pada customer dan kompetitor, dikarenakan customer tetap nyaman di kamar masing-masing dengan mendapat fasilitas sesuai yang seharusnya. |
Pelaku Bisnis Perhotelan | Meningkatkan Pendapatan | Memaksimalkan akses & fasilitas yang dimiliki oleh hotel (contoh: menjalin kerja sama untuk utilisasi ruang serbaguna sebagai sentralisasi vaksin) | Di masa pandemi, penurunan okupansi tidak hanya pada kamar hotel, melainkan juga pada ruangan serbaguna yang biasanya digunakan untuk acara pernikahan & MICE (meeting, incentive, convention, & exhibition). Hal tersebut bisa diupayakan dengan bekerja sama dengan pihak-pihak terkait untuk menjadikan ruangan tersebut sebagai sentralisasi vaksin (contoh: bekerja sama dengan pemerintah atau perusahaan-perusahaan yang sedang gencar untuk menyediakan vaksin bagi masyarakat). Hal tersebut tidak hanya memberikan pemasukan bagi pihak hotel, namun juga hotel akan lebih dikenal oleh masyarakat terutama peserta vaksin. Sebagai opsi, pihak hotel juga bisa memberikan souvenir & promo hotel kepada masyarakat yang mengikuti vaksinasi di hotel tersebut. |
Pelaku Bisnis Perhotelan | Menurunkan Biaya | Menekan biaya makanan dengan menerapkan sistem take away meal | Pada kondisi normal, beberapa hotel memberikan fasiitas all you can eat untuk menu sarapan. Namun fasilitas tersebut tidak relevan jika diterapkan pada masa pandemi dikarenakan dapat menimbulkan kerumunan pada satu tempat. Oleh karena itu, pihak hotel bisa memberikan opsi take away meal. Selain tidak menimbulkan kerumunan, opsi tersebut juga dapat menekan biaya operasional restoran. Konsumen akan mengerti jika opsi ini dilakukan tidak untuk mengurangi standar fasilitas yang seharusnya didapatkan, namun untuk mengikuti aturan pemerintah dalam upaya mencegah penularan Covid-19. |
Pelaku Bisnis Perhotelan | Meningkatkan Pendapatan | Program ‘Pay Now, Stay Later’ | Sebagai upaya agar cash flow tetap berjalan, program ‘Pay Now, Stay Later’ dapat membantu untuk menunjang pemasukan hotel dan konsumen tetap mendapatkan fasilitas hotel di kemudian hari. |
Pelaku Bisnis Perhotelan | Meningkatkan Pendapatan | Bekerja sama dengan influencer sebagai media promosi program staycation dengan target fixed income milenials | Promosi digital bisa dijadikan alternatif di masa pandemi, dikarenakan masyarakat lebih banyak mengakses informasi via media digital dibandingkan pada offline platform. Pihak hotel bisa mengalihkan biaya promosi secara offline ke promosi secara digital, salah satunya dengan bekerja sama dengan influencer. Hal tersebut bisa berpotensi untuk meningkatkan okupansi hotel, terutama untuk generasi milenial dengan pendapatan tetap. |
Tulisan ini dibuat saat pengerjaan tugas kuliah MM oleh Munadi, Rizky M, N Widi (Agustus 2021)